FGD Isbat Nikah dan Efektivitas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
- Diposting Oleh Admin Web HKI
- Jumat, 3 Oktober 2025
- Dilihat 42 Kali
Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah UIN Madura melalui Samara Center kembali menggelar kegiatan akademik yang penting untuk menjawab problematika hukum keluarga di masyarakat. Kali ini, kegiatan yang diselenggarakan berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Isbat Nikah dan Efektifitas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019”. Acara berlangsung pada Rabu, 24 September 2025, bertempat di Aula Fakultas Syariah UIN Madura.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber utama, Dr. H. Muhammad Najmi Fajri, S.HI., M.HI., Ketua Pengadilan Agama Pamekasan, yang memiliki pengalaman dan kompetensi mendalam di bidang hukum keluarga Islam. Kehadiran beliau memberikan wawasan praktis sekaligus yuridis terkait implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Perkawinan.
Peserta FGD berasal dari berbagai unsur strategis, antara lain Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) se-Kabupaten Pamekasan, para advokat yang aktif di peradilan maupun yang tergabung dalam Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Pamekasan, mediator Pengadilan Agama Pamekasan, dosen Prodi HKI, serta perwakilan organisasi kemahasiswaan. Komposisi peserta ini menunjukkan keseriusan penyelenggara dalam menghadirkan forum yang kolaboratif dan representatif.
Dalam pemaparannya, Dr. Muhammad Najmi Fajri menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 relatif efektif diimplementasikan di masyarakat, khususnya terkait pengajuan isbat nikah. Menurutnya, mayoritas pasangan yang mengajukan isbat nikah adalah mereka yang sebelumnya menikah siri namun sudah memenuhi syarat usia perkawinan, yakni di atas 19 tahun.
Sementara itu, terkait permohonan dispensasi kawin, Pengadilan Agama Pamekasan menerapkan aturan dengan ketat. Dari sejumlah pengajuan, ada yang diterima, tetapi tidak sedikit pula yang ditolak. Permohonan yang diterima biasanya datang dari pasangan yang usianya sudah menginjak 18 tahun lebih, atau memiliki alasan mendesak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial.
Sebaliknya, banyak pula permohonan dispensasi kawin yang ditolak, terutama jika usia calon pengantin masih jauh di bawah batas minimum dan tidak disertai alasan yang kuat. Penolakan ini, menurut narasumber, merupakan upaya perlindungan terhadap anak agar tidak terjerumus pada praktik perkawinan dini yang berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Melalui forum diskusi ini, mengemuka pentingnya sinergi antara Pengadilan Agama dengan KUA se-Kabupaten Pamekasan dalam memberikan edukasi dan pencegahan terhadap praktik perkawinan di bawah umur. KUA sebagai institusi yang berhadapan langsung dengan masyarakat di lini pertama dianggap memiliki peran strategis dalam memberikan pemahaman terkait regulasi perkawinan yang berlaku.
Selain itu, peran advokat dan mediator juga tidak kalah penting dalam mendampingi masyarakat yang ingin mengajukan perkara di Pengadilan Agama. Kehadiran mereka membantu memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku serta menghindarkan masyarakat dari kesalahpahaman terhadap hukum perkawinan.
FGD ini juga menjadi ruang akademik bagi mahasiswa dan dosen HKI untuk memperdalam kajian teoretis sekaligus melihat praktik lapangan dari implementasi perundang-undangan. Dengan demikian, mereka tidak hanya memahami teks hukum, tetapi juga dinamika sosial yang terjadi di masyarakat.
Kegiatan yang diinisiasi Samara Center ini mendapat apresiasi positif dari peserta. Mereka menilai forum semacam ini penting dilaksanakan secara berkelanjutan agar tercipta kesepahaman antara lembaga negara, praktisi hukum, akademisi, dan mahasiswa dalam mengawal pelaksanaan hukum keluarga Islam di Indonesia, khususnya di Pamekasan.
Pada penutupan acara, panitia menyampaikan harapan agar FGD ini tidak berhenti sebatas forum diskusi, tetapi dapat ditindaklanjuti dengan program-program kolaboratif. Salah satunya adalah pendampingan masyarakat dalam memahami aturan perkawinan serta langkah-langkah preventif untuk menekan angka perkawinan dini. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dapat berjalan lebih efektif sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
#Samara Center
#Family is the power of Civilization